Rabu, 07 Desember 2016

kebudayaan korea di indonesia



PENGARUH KEBUDAYAAN KOREA TERHADAP POLA PIKIR DAN PERILAKU REMAJA INDONESIA
Cici Eliya Melawati
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro


Saat ini sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia pasti sudah tak asing lagi mendengar istilah K-pop.  Banyak sekali lapisan masyarakat menyukai salah satu genre musik pop yang sekarang sedang hits di Indonesia. Korean Wave atau biasa juga disebut dengan Hallyu merupakan istilah yang biasa digunakan untuk merujuk pada perkembangan kebudayaan Korea di luar negara Korea itu sendiri.  Korean Wave (demam Korea) saat ini sudah merambah keberbagai belahan dunia. Awlnya perkembangan demam Korea ini hanya berpusat di kawasan Asia saja, berkat perkembangan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah sangat maju membuat gelombang demam Korea ini sudah mencapai wilayah luar Asia seperti Barat, Eropa, Timur Tengah dan lain sebagainya dan sudah hampir tidak ada yang tidak tau dengan demam korea.
Korean Wave ini berkembang di berbagai belahan dunia dengan berbagai cara. Seperti melalui perkembangan film maupun drama Korea yang banyak ditonton oleh masyarakat Indonesia, kemudian ada juga dengan cara perkembangan musiknya melalui Girlband, Boyband serta Band-nya juga yang banyak mendapat perhatian dari masyarakat remaja Indonesia khususnya para remaja baik pria maupun wanita. Kemudian juga ada perkembangan teknologi Korea yang sudah sangat digandrungi oleh masyarakat indonesia seperti teknologi handphone, komputer, laptop, televisi, dan lain sebagainya yang bermerek Samsung. Karena semua jenis produk yang bermerek Samsung itu adalah teknologi asli dari Korea yang sudah menjalar ke berbagai belahan dunia tidak termasuk juga Indonesia yang mendapat pengaruh teknologi itu. Namun dari semua itu yang paling berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia adalah perkembangan musiknya yang melalui Boyband, Girlband serta Band-nya yang sangat mempengaruhi para remaja Indonesia.
Dengan berkembangan musik K-Pop di Indonesia (sebutan untuk musik korea) di Indonesia membuat para remaja kita saat ini banyak yang menyukai lagu-lagu K-Pop daripada musik Indonesia sendiri. Saat ini para Agency (bisa dibilang perusahaan yang menaungi para artis Korea) korea Selatan sedang gencar-gencarnya melakukan perekrutan anggota baru untuk dijadilan Idol baru baik nantinya itu akan didebutkan untuk menjadi seorang Girlband, Boyband, maupun seorang aktris.  Bukan hanya itu saja, saat ini juga para agency di Korea Selatan juga sedang berlomba-lomba untuk memperkenalkan para artis dari agency mereka agar bisa dikenal  di seluruh Korea dan di luar Korea sendiri. Sebagai contoh Boyband maupun Girlbandnya yang sudah memiliki banyak pernggemar di Indonesia seperti Super Junior, SNSD (Girl Generation), Shinee, BTS, EXO, Sistar. Tidak ketinggalan juga para aktris dan aktor Korea yang juga sudah banyak memiliki penggemar di Indonesia seperti Lee Min Ho, Yoo seung Ho, Jung Il Woo, Lee Hyun Woo, Song Jong Ki. Bahkan beberapa waktu lalu Indonesia  juga pernah dihebohkan dengan pernyataan dari Walikota Bandung bahwa beliau tidak menyukai aktor asal Korea yang bernama Lee Min Ho dikarenakan istri dari Walikota Bandung itu sangat mengidolakan aktor asal korea tersebut. Beragam respon pun dikeluarkan oleh masyarakat Indonesia tidak terkecuali oleh Minos (sebutan untuk fans Lee Min Ho).
Di sini saya sendiri memiliki banyak teman yang sangat menyukai K-Pop dan tidak terkecuali juga saya sendiri menyukai K-Pop. Beberapa teman saya yang saya tanyai mengapa mereka menyukai K-Pop? Sudah berapa lama mereka menyukai K-Pop? Dan apa yang mereka sukai dari K-Pop? Dari pertanyaan-pertannyaan saya seperti di atas, saya pun mendapatkan berbagai jawaban yang berbeda dari beberapa teman saya yang saya tanyai. Tapi inti garis besar jawaban mereka bisa simpulkan bahwa mereka lebih menyukai kebudayaan Korea dari segi musik, dunia perfilman, serta kebudayaan. Beberapa teman saya beranggapan jika kebudayaan Korea itu lebih maju dan dapat bersaing dengan kebudayaan lain serta zaman yang semakin mau juga.
Kemudian teman-teman saya membandingkannya dengan orang Indonesia yang beranggapan jika masyarakat Indonesia yang kebanyakan mendapat pengaruh dari kebudayaan lain seperti Westernisasi,  maka kebanyakan masyarakat Indonesia akan menerimanya mentah-mentah tanpa ada penyaringan serta menganggap jika kebudayaan luar itu lebih bagus serta ada paradigma di kalangan remaja bahwa jika tidak mengikuti kebudayaa barat maka mereka akan dianggap kuno. Kemudian teman saya beranggapan meskipun masyarakat Korea itu mendapat pengaruh dari kebudayaan asing yang masuk ke Korea, seperti kebudayaan Jepang dan Cina yang masuk ke Korea, tetapi masyarakat Korea itu tetap mencintai dan melestarikan kebudayaan mereka sendiri dan berusaha membuat kebudayaan mereka itu agar tetap lestari dan dapat dikenal oleh masyarakt luas, dan hasilnyapun juga benar jika saat ini kebudayaan Korea itu semakin dikenal oleh masyarakat dunia. Masyarakat Korea melestarikan kebudayaan mereka dengan berbagai cara tidak terkecuali dengan cara komersial melalui dunia perfilman maupun iklan di televisi yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat luas dan bahkan sudah seperti bahan pokok juga dalam kehidupan manusia yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
Saat saya menanyai beberapa teman saya dengan pertanyan “apakah anda menyukai lagu-lagu Korea?” merekapun menjawab dengan jawaban yang sama yaitu “iya”. Kemudian sayapun bertanya “apakah anda menyukai juga lahu-lagu Indonesi?” dari beberapa teman saya ada yang menjawab suka, ada juga yang bilang tidak begitu suka. Saat saya tanya apa alasan mereka tidak begitu menyukai lagu-lagu Indonesia, sayapun mendapatkan jawaban yang hampir sama. Kebanyakan dari mereka yang tidak begitu menyukai lagu Indonesia adalah karena mereka beranggapan bahwa jika kebanyakan lagu Indonesia itu hanya monoton yang hanya berpusat pada cinta, putus cinta, cinta yang tak terbalaskan dan lain sebagainya. Kemudian mereka beranggapan juga jika lagu Indonesia itu cepat melejitnya dan tenar namun cepat juga untuk redup dan akhirnya bosan untuk didengarkan. Saat saya menanyai teman saya mengenai apa yang didapat mereka dengan menyukai Korea, merekapun menjawab dengan menyukai drama, film, lagu serta kebudayaan Korea mereka bisa sedikit-sedikit belajar kosa kata yang biasa digunakan dalam keseharian untuk berkomunikasi.
Saat ini masyarakat Indonesia memang dihadapkan pada degradasi moral serta penurunan kecintaan terhadap kebudayaan kita sendiri akibat banyaknya kebudayaan asing yang masuk ke negara kita tercinta ini tidak terkecuali Kebudayaan Korea. Akibat dari kecintaan mereka terhadap kebudayaan Korea yang fanatik membuat mereka beranganggapan jika kebudayaan Korea itu lebih bagus daripada budaya kita sendiri. Kebanyakan mereka yang suka K-Pop adalah para remaja, dan dari kecintaan mereka akan K-Pop kebanyakan membuat mereka lupa akan belajar, serta malas mengerjakan tugas sekolah. Akibatnya prestasi mereka di sekolah akhirnya menjadi turun.
Remaja yang pada umumnya masih labil akan cenderung mengikuti apa yang mereka lihat dan meniru apa yang para idola mereka lakukan. Seperti jika remaja labil melihat drama Korea yang menayangkan bagaimana proses pembulian yang ada di Korea, maka mereka akan menirunya dengan cara membentuk sebuah geng yang pada dasarnya ingin ditakuti dan ingin menguasai teman sekelasnya dan pada akhirnya akan berujung pada proses pembulian di sekolah dengan cara meminta uang dan lain sebagainya yang bisa berujung pada kekerasan. Karena di Korea sendiri proses Bullying itu sudah melekat pada siswa sehingga mungkin setiap sekolah di Korea ada kasus Bullying pada teman sekolahnya. Saat inipun drama Korea yang mengagkat tema sekolahan dengan intrik-intrik pembulian di sekolahpun sudah banyak seperti drama “School 2013”, dan juga “Who Are You (School 2016)”.
Bukan hanya dalam hal meniru hal yang buruk saja seperti pembulian yang sudah dijelaskan di atas. Tetapi kebanyakan remaja juga meniru cara berpakaian serta cara berdandan masyarakat Korea terlebih lagi mereka terinspirasi dari Idol yang mereka lihat dan juga dari drama maupun film. Kebanyakan dari mereka yang sudah menjadi K-Popers (sebutan bagi para pecinta K-Pop), Style mereka pasti akan berbeda dengan masyarakat awam dan yang lainnya dalam hal berpakaian. Bahkan tidak juga jika mereka yang sudah menjadi K-Popers juga saat berbicara pastinya sedikit demi sedikit akan menggunakan bahasa Korea dalam berinteraksi dan berbicara dengan temannya sesama K-Popers.
Mungkin jika mereka yang sangat menyukai dengan drama ataupun film Korea itu bisa saja kebanyakan dari mereka akan terkena sindrom Queen Drama yang di mana saat menjalani kehidupan nyata, mereka akan sedikit berlebihan yang terkesan membuat temannya yang lain merasa seperti aneh saat melihat tingkah laku mereka. Mereka yang terkena sindrom Queen Drama kebanyakan tidak menyadarinya jika terkadang saat menjalani kehidupan nyata mereka, mereka sedikit berlebihan dalam hal membayangkannya ataupun menjalaninya dan terkesan alay jika dari pandangan masyarakat awam.
Kemudian jika dilihat dari kecintaan para remaja Indonesia terhadap Boyband, Girlband, Aktor, Aktris korea, mereka cenderung akan masuk kedalam sebuah fandom (club) yang berisikan orang-rang yang menyukai idol yang sama. Jika kecintaannya terhadap idolanya terlalu fanatik, maka kebanyakan dari para remaja akan selalu tidak menerima dan membela idolanya jika ada sesuatu yang mengganggu idolanya. Seperti hal yang lazim terjadi adalah ketika ada sebuah rumor jika idol grupnya itu mempunyai hubungan dekat dengan idol lawan jenisnya. Maka kebanyakan fans akan beradu argumen dari argumen saru ke argumen yang lain, ada yang menerima dan adapula yang tidak terima dengan rumor tersebut yang akhirnya hanya akan membuatnya bertengkar di sosial media dan war dengan fandom lain.
Pada umumnya remaja yang sangat menyukai K-Pop maka akan memiliki pola pikir yang cenderung berbeda dari teman sebayanya. Mereka yang sangat menyukai K-Pop terutama para remaja, maka pemikiran mereka pasti sudah mengarah ke pemikiran yang dewasa. Memiliki pemikiran yang dewasa memanglah sangat dibutuhkan. Tetapi jika para remaja itu memiliki pemikiran yang dewasa belum pada waktunya pastinya akan berakibat buruk juga bagi mereka nantinya. Karena mereka yang memiliki pemikiran dewasa belum pada waktunya (umurnya), kebanyakan dari mereka akan lebih sulit bergaul dengan teman seumurannya. Karena mereka beranggapan jika pemikiran temannya itu masih cenderung kekanak-kanakan. Padahal sebenarnya adalah pemikiran mereka yang terlalu dewasa yang membuat mereka sulit berinteraksi dengan teman seumurannya terlebih lagi saat berada di sekolah. Mereka akan lebih suka menyendiri dan tidak banyak memiliki teman karena pemikirannya yang berbeda.
Kemudian juga bagi para K-Popers yang sangat fanatik itu juga bisa memunculkan pemikiran bahwa budaya Korea itu lebih bagus daripada budayanya sendiri. Mereka yang sangat cinta akan dunia K-Pop itu pasti akan memiliki pola pikir yang berbeda. Seperti beberapa waktu yang lalu ada pemberitaan bahwa salah satu daerah di Korea Selatan yaitu Busan telah terkena bencana banjir yang hampir memporak-porandakan seluruh wilayah Busan. Busan adalah salah satu daerah asalh banyak Boyband, Girlband, maupun Aktor dan Aktris ternama K-Pop, seperti member Boyband BTS (Bangtan Boys) yaitu yaitu Jungkook dan Jimin yang berasal dari Busan.
Saat mendengar berita tersebut, tentunya banyak para K-Popers yang sangat merasa sedih akan bencana yang melanda Korea itu sehingga di sosial media banyak para K-Popers yang menuliskan kata #praytoBusan di akun sosial media mereka yang menyatakan bahwa mereka peduli akan bencana yang melanda Busan beberapa waktu lalu dan mereka juga merasa menjadi bagian dari negara itu sehingga berusaha sebisa mungkin untuk perduli dengan negara Korea. Sedangkan saat di negara kita sendiri yaitu Indonesia terkena bencana alam, belum tentu mereka akan perduli dengan menuslikan sesuatu di akun sosial medi mereka.
Bukan hanya itu saja, kebanyakan fans K-Pop juga lebih sensitif dengan sesuatu yangt berbau Korea. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu saat komedian Uus menyatakan pernyataan kontroversialnya mengenai ketidaksukaannya akan K-Pop di sebuah acara televisi dan membuat fans K-Pop di Indonesia semuanya geram dan marah terhadapnya dengan cara mengomentari akun sosial media pribadi milik komedian itu dengan kata-kata yang kasar dan tidak baik juga. Para K-Popers itu marah karena mereka berpikir jika kesenangannya itu diganggu dan dijelek-jelekan oleh orang asing yang bahkan tidak mengetahui apa itu K-Pop sendiri.
Oleh sebab itu orang yang sangat franatik kepada budaya Korea maka akan menimbulkan pola berpikir yang berbeda dari orang lain. Mereka yang fanatik akan K-Pop akan cenderung memuja-muja apapun yang dihasilkan oleh negri gingseng tersebut, baik itu hasil dari segi perfilman, teknologi, kosmetik, maupun budayanya. Mereka akan berpikir jika produk apapun yang dihasilkan pastilah barang yang bagus dan berkualitas sehingga mereka akan berlomba-lomba untuk memilikinya sedangkan mereka akan berpikiran jika barang yang dihasilkan oleh negaranya sendiri itu kurang bagus jika dibandingkan dengan barang dari Korea. Maka dari itu saat ini sudah banyak brand (merek) yang berasal dari Korea merajai penjualan pasar Indonesia.
Pola pikir remaja yang masih labil sangat terpengaruh oleh budaya Korea akan sangat berbeda dengan remaja pada umumnya. Karena mereka akan berpikir layaknya sifat orang Korea yang mereka tonton dari drama maupun film yang sudah pernah mereka tonton. Seperti jika mereka melihat adegan pelukan dan lain sebagainya yang lazim ditunjukan di kalangan masyarakat luas maka mereka yang labil akan cenderung juga untuk menirukannya padahal jika dilihat dari sudut pandang norma di Indonesia, berpelukan di muka umum itu adalah hal yang tidak sopan untuk dilakukan. Bukan hanya itu, jika remaja yang suka akan melihat film maupun drama Korea yang bergenre kolosal, maka mereka akan berpikir jika lebih menyenangkan jika mempelajari tentang sejarah Korea. Anggapan seperti itu sudah lazim terjadi dikalangan remaja Indonesia saat ini.
Proses penyebaran kebudayaan Korea di Indonesia saat ini memanglah sudah sangat luas dan bahkan bisa mencapai berbagai taraf usia, baik anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut. Proses penyebaran itu semua juga didukung oleh perkembangan IPTEK yang semakin maju yang membuat kebudayaan Korea semakin dikenal luas oleh dunia terlebih lagi dengan perkembangan aliran musik dan dunia perfilman Korea yang sudah sangat digemari oleh hampir semua kalangan di dunia terutama remaja.
Pengaruh K-Pop di tanah air Indonesia semakin kuat dan berdiri kokoh dengan banyaknya para Aktris, Aktor, Boyband, dan Girlband Korea ke Indonesia pada tahun 2012 lalu. Akibat dari banyaknya seniman asal Korea yang datang ke Indonesia tahun 2012 lalu, itu membuat semakin banyaknya juga para pecinta K-Pop di tanah air yang tadinya tidak begitu suka dan mengenal K-Pop sekarang suka akan K-Pop dan membuat yang suka akan K-Pop semakin suka dan pada akhirnya membuat mereka lupa akan kebanggan mereka atas budaya lokal mereka sendiri yang mereka miliki.
Dari penjelasan yang sudah saya jelaskan di atas, sudah diketahui jika perilaku remaja Indonesia saat ini yang mendapat pengaruh K-Pop itu ternyata banyak sekali penyimpangannya dengan kecenderungan mengikuti tren ataupun gaya dari negri gingseng tersebut dan membuat mereka berpikir bahwa mencintai kebudayaan Korea yang mereka anggap lebih bagus itu sudah hal wajar yang banyak dilakukan oleh banyak orang sehingga mereka beranggapan bahwa kebudayaan Korea lebih maju dan lebih modern serta bisa lebih dibanggakan daripada kebudayaan lokal miliknya sendiri.
Sudah sepatutnya kita penerus generasi kita sebelumnya harusnlah bisa memilah-milah kebudayaan yang masuk ke negara kita. Kita bisa menjadikan kebudayaan lain itu sebagai acuan untuk menjadikan kebudayaan kita ini lebih maju dan lebih dikenal lagi oleh masyarakat luas agar kebudayaan yang kina miliki ini tidaklah punah termakan oleh usia, dan kita juga bisa menjadikan kebudayaan lain itu sebagai pembangkit rasa kecintaan kita ini terhadap kebudayaan kita sendiri tetapi haruslah dengan melihatnya dengan pandangan yang positif tidak dengan pandangan negatif.

Senin, 05 Desember 2016

Ajaran Bushido Dalam Revolusi Mental Jepang



Penerapan Ajaran Bushido dalam Revolusi Mental dan Kehidupan Sehari-hari Masyarakat Jepang
Cici Eliya Melawati
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Metro


Abstrak
Ajaran Bushido berasal dari jaman Kamakura (Tahun1185-1333), terus berkembang mencapai jaman Edo (Tahun 1603-1867). Bushido menekankan kesetiaan, keadilan, rasa malu, tata-krama, kemurnian, kesederhanaan, semangat berperang, kehormatan. Aspek spirituallah sangat dominan dalam falsafah ajaran bushido. Meski memang menekankan prinsip “kemenangan terhadap pihak lawan”, hal itu tidaklah berarti menang dengan kekuatan fisik. Dalam semangat dan ajaran bushido, seorang Samurai diharapkan menjalani pelatihan spiritual guna menaklukkan dirinya sendiri, karena dengan menaklukkan diri sendirilah orang baru dapat menaklukkan orang lain. Kekuatan timbul dari kemenangan dalam disiplin diri. Justru kekuatan yang diperoleh dengan cara inilah yang dapat menaklukkan sekaligus mengundang rasa hormat pihak-pihak lain, sebagai proses kemantapan spiritual. Perilaku yang halus dan penuh tatakrama dianggap merupakan aspek penting dalam mengungkapkan kekuatan spiritual.

Kata Kunci : Penerapan, Bushido, Revolusi, Mental, Masyarakat, Jepang


Pendahulua
1
 
Dibukanya Jepang oleh Dunia Barat, yang dimulai pada tahun 1854 dengan diresmikannya  perjajnjian dagang dan perundingan diplomatik pertama dengan Amerika Serikat, adalah lonceng  kematian  untuk Shogun  atau sistem pemerintahan ala Samurai. Pemerintahan Samurai Jepang gagal bertahan saat negara itu mulai dibuka  untuk dunia luar  karena prinsip utama  sistem Shogun  tidak sesuai dengan sistem ekonomi kapitalis yang cenderung  hanya mengejar keuntungan, individualistis, menjunjung tinggi inisiatif pribadi, dan rentan dengan perubahan. ( Boye de Mente terjemahan Fifah , 2009 : 18 )
Perkembangan kaum Samurai ini diikuti pula dengan perilaku mereka dengan suatu wujud kode etik Bushido. Pengaruh ajaran Bushido memainkan peranan penting  dalam pembentukan Jepang Modern antara tahun 1870–1895. Walaupun para Samurai yang bermukin jauh dari ibu kota Shogun di Yedo (Tokyo) yang menyebabkan kejatuhan kelas Samurai ( kesatria ). Para Samurai itulah yang akhirnya membantu  mengembalikan lagi  dengan gerakan restorasi. Para Samurai itulah yang telah memperkenalkan Revolusi Industri ke Jepang dan mengendalikannya dari atas.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam kajian untuk dapat memahami pembahasan ini dan memperoleh suatu pengetahuan yaitu adalah studi pustaka. Dimana studi pustaka merupakan proses pencarian data dari berbagai referensi yang ada mengenai objek  yang akan dikaji. Contohnya seperti buku, majalah, jurnal, internet, dan koran, yang ada hubungannya atau relevan dalam suatu masalah yang akan dipecahkan dalam suatu pengkajian dengan menggunakan referensi sebagai acuannya.
Seperti yang dikemukakan oleh Conny R. Semiawan (2010:40) menyatakan bahwa:
Studi pustaka adalah bahan yang tertulis berupa buku, jurnal, yang membahas tentang topik yang hendak diteliti.
Dimana dalam hal ini cara melakukan Studi pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan masalah pengkajian, periksa sumber pendahuluan atau abstrak di karangan tersebut, kemudian mulai membaca dengan cermat dan kritis untuk penalaran, membuat pencatatan yang diperlukan, kemudian catatlah hal yang relevan dan  melakukan penalaran deduktif dan induktif yang biasanya akan ditemukan Jawaban sementara atau hipotesa dari masalah pengkajian.
Hal ini sangat penting dilakukan untuk dapat menemukan solusi untuk memecahkan suatu masalah dalam pengkajian.
Pembahasan
Dalam perkembangan sejarah Shogun dan Samurai Jepang, lahirlah suatu ajaran atau kode etik yang mengatur tingkah laku, dan  kehidupan para samurai. Aturan atau kode etik ini kemudian dikenal dengan nama Bushido yang atrinya jalan ksatria. Sistem pemerintahan Jepang  yang baru pasca era Shogun yang didominasi para mantan  Samurai, adalah untuk mengembalikan  semangat Samurai dengan tetap menyerap ilmu dan kemajuan dunia  Barat dalam bidang ekonomi maupun militer. Selebihnya, sebagaimana kata peribahasa  adalah untuk melestarikan akar budaya dan sejarah Jepang.
Pada kenyataanya, kebudayaan Samurailah yang memungkinkan Jepang bisa mencapai kesuksesan yang luar biasa dalam bidang  ekonomi maupun militer. Mulai tahun 1870 hingga   saat  mereka mengalami kekalahan yang memalukan  saat berperang melawan Amerika Serikat pada tahun 1945. Prinsip Samurai juga yang membuat  bangsa itu mampu bangkit dari kekalahan perang hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga puluh tahun  hingga Jepang secara mengejutkan tumbuh menjadi kekuatan ekonomi terbesar ranking kedua di dunia setelah Amerika Serikat. (Dozi Swandana, 2009 :161).
Bushido pada awalnya adalah kode etik kepahlawanan kaum Samurai dalam feodalisme Jepang. Berdasarkan sumbernya, bushido berasal dari ajaran Budha dan Shinto. Bushido yang telah menjadi prinsip hidup orang Jepang berisikan ajaran tentang kesetiaan, kejujuran, etika sopan santun, tata krama, disiplin, rela berkorban, kerja keras, kebersihan, hemat, kesabaran, ketajaman berfikir, kesederhanaan, serta kesehatan jasmani dan rohani.
Bushido menjadi asas moral yang harus dihayati kalangan ksatria. Bushido juga menjadi pengganti pelajaran agama dan pedoman moral serta etika bangsa Jepang. Tidak heran jika nilai-nilai bushido sangat terpatri dalam jiwa bangsa Jepang hingga saat ini. Dengan demikian, dapat dikatakan di masa sekarang ini tidak ada pendidikan karakter khusus dalam masyarakat Jepang, karena karakter mereka sudah terbentuk sejak dahulu kala dengan mentransformasikan ajaran-ajaran Bushido dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Norma masyarakatlah yang menjadi hukum sosial yang mengontrol kehidupan masyarakat dalam masalah moral dan beretika. Semangat bushido yang telah menghidupkan dan mengembangkan ekonomi dan industri Jepang adalah semangat berdisiplin tinggi, bekerja keras, bertanggung jawab dan punya rasa malu bila melakukan perbuatan yang merugikan orang lain.
Hematnya, implementasi bushido dapat diartikan sebagai pendidikan karakter kolektif dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam pengembangan masyarakat ke arah yang konstruktif. (Taira Shigesuke, 2009)
Bushido mulai menjadi kesatuan nilai yang dianut oleh bangsa Jepang pada era modernisasi, mengingat diperlukannya kesetaraan pada seluruh masyarakat. Bushido diajarkan di sekolah-sekolah sebagai pengganti pelajaran agama dan pedoman moral.
Nilai-nilai bushido yang telah mendarah daging dalam jiwa bangsa Jepang menjadi kekuatan Jepang untuk memajukan negerinya. Tujuannya akan kehormatan menyebabkan mereka berusaha keras untuk mengatasi hambatan-hambatan pembangunan (SDA yang langka dan penduduk yang padat) menjadi potensi untuk kemajuan ekonomi.
Faktor lainnya yang mendukung keberhasilan sistem ekonomi Jepang adalah loyalitas terhadap negara. Loyalitas tersebut tercermin dalam usaha tiap prefektur mengembangkan industri sesuai SDA yang dimiliki dan jalinan kerjasama antara sektor wirausaha swasta dengan pemerintah sejak awal zaman Meiji. Di bidang politik, pemerintahan Jepang bersih dan hampir bebas dari kasus korupsi karena mereka mempunyai budaya malu yang sangat kuat.
Selain itu, kehidupan politik dapat berjalan harmonis oleh dukungan rakyat yang menghormati pemerintah dan Kaisar. Dengan demikian, sistem politik dan sistem ekonomi Jepang berhasil karena penerapan nilai-nilai Bushido berupa kesetiaan, kehormatan, rasa malu, dan tanggung jawab.

Kesimpulan
Secara umum Jepang memiliki sumber daya alam yang terbatas, kondisi geografisnya pun kurang menguntungkan karena sering dilanda gempa apalagi pasca pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Tentara Sekutu membuat Jepang luluh lantak dan berada di titik terbawah namun karena memiliki sumber daya manusia yang kompetitif, Jepang dapat dengan cepat “berlari” mengejar ketertinggalannya.
Semua ini dimulai dari pembentukan sikap yang sarat nilai-nilai dalam ranah afektif yang ditanamkan bagi warganya. Jepang melakukan pembangunan karakter tersebut dengan mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam kebudayaannya. ( Boye de Mente tjmh. Fifah, 2009 :17 )
Semangat Bushido yang telah terpatri hingga kini dalam kehidupan masyarakat Jepang serta kesadaran sangat mendalam dari setiap warga Jepang dalam mentaati semua peraturan yang berhubungan dengan norma-norma masyarakat telah menjadikan Jepang menjadi negara yang aman, tertib dan sadar moral. Semangat bushido yang telah menjiwai kaum Samurai selama beberapa abad itu sampai kini masih hidup, namun bukan dalam bentuk semangat untuk berperang atau mengabdi kepada komandan.

Nilai Moral
setelah mengetahui apa itu ajaran Bushido, nilai moral yang dapat kita ambil dari pembelajaran ajaran Bushido adalah pentingnya penanaman rasa malu dan rasa disiplin yang tinggi, dan penghargaan akan waktu. Karena orang Jepang sangat menghargai akan ketiga hal tersebut maka itu membawa negara Jepang menjadi negara yang sangat maju.
 Padahal negara Jepang sudah kalah telak dalam perang melawan Amerika Serikat, namun mereka dapat bangkit dengan cepat dan bisa menyaingi Amerika Serikat. Itu semua karena Jepang menerapkan ajaran Bushido dalam praktek kehidupan mereka sehari-hari yang membawa mereka menjadi negara yang maju.

Daftar Pustaka
Dozi Swandana, 2009, Dewa Perang Jepang,, Mas Media Buana Pustaka, Sidoarja, Jawa Timur.
Boye de Mente, Tjmh. Fifah, 2009, Misteri Kode samurai Jepang, Penerbit Gara Ilmu, Yogyakarta.
Taira Shigesuke,2009, Bushido Shoshinsu Spirit Hidup Samurai (filosofi para ksatria, Selasar Surabaya Publishing, JawaTimur.


Kamis, 24 November 2016

Pemikiran Politik Thomas Hobbes; Civil Society &Kekuasaan Politik John Locke



TUGAS KELOMPOK

Pemikiran Politik Thomas Hobbes; Civil Society &Kekuasaan Politik John Locke

Sebagai salah satu syarat untuk menempuh mata kuliah Sejarah Politik
Pengampu : Kian Amboro, S.Pd., M.Pd.
.  
Disusun Oleh :
Kelompok 5

Cici Eliya Melawati         14220024
Apri Triyanto                   14220022
Rendra Dwi Prabowo     14220033       


Description: logo_univ_Muhammadiyah_lampung
 







UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
Maret 2016

KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala limpahan rahmat dan pertolongan-NYA, akhrnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pemikiran Politik Thomas Hobbes; Civil Society &Kekuasaan Politik John Locke”.
            Dengan tersusunnya makalah ini, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah dan semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini tepat pada waktunya.
            Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan guna perbaikan penulisan berikutnya.  Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya.


                                                                                    Metro, Maret 2016
                                                                                   
                                                                                    Penulis

                                                  





BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Filsafat politik lahir dari filsafat praktis dan telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Sehingga filsafat politik dan filsafat umum tampak saling keterikatan. Ada pengertian lain yang lebih fundamental tentang keterkaitan yang erat antara filsafat politik dengan filsafat pada umumnya. Filsafat dipahami sebagai usaha mengejar kebenaran hingga ke akar-akarnya, meskipun kualitas esensial tentang apa yang  politis  (political) mulai mendapat perhatian di kalangan para ahli teori politik dan pokok masalah (subject matter) filsafat politik mulai terbentuk dengan menentukan keterkaitannya dengan apa yang dianggap ”publik” (Russel, 2004). Akan tetapi, karena filsafat digambarkan sebagai usaha sistematis untuk memahami prinsip yang mendasari semua hal, penyelidikan tentang apa yang ’politis’ (political) dianggap harus membentuk bagian dari usaha berfilsafat secara umum. Karena itu, filsafat politik dapat dilihat sebagai usaha para filsuf dalam memberikan panduan dan jawaban untuk menanggapi masalah yang menjadi perhatian masyarakat secara keseluruhan, yaitu masalah publik atau politik.
Filsafat politik sudah terpikirkan sejak era Yunani kuno. Hingga sekarang filsafat politik terus mengalami perkembangan. Filsafat politik di dalam perjalanannya semenjak era Yunani Kuno, kemudian melewati Abad Pertengahan, Abad Renaisans, Abad Pencerahan, Abad Modern hingga dewasa ini memunculkan berbagai karya dan pemikiran besar dari para ahli. Adapun para filsuf yang hadir di era masing-masing menyumbangkan pemikiran mereka tentang negara, kekuasaan, hingga idealisme-idealisme yang menurut mereka perlu dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Salah satu filsuf yang mencuat pada era pencerahan yaitu John Locke (1632) yang terkenal dengan sumbangan karyanya tentang pandangan terhadap negara. Karya pemikirannya terhimpun dalam sebuah buku yang berjudul Two Treatises of Civil Government. Selain John Locke, ada pula filsuf yang memiliki andil dalam pemikiran politik barat, yakni Thomas Hobbes dengan pemikirannya bahwa negara sebagai Leviathan yang juga telah memaparkan pemikirannya ke dalam buku Leviathan.
B.   Rumusan Masalah

1.    Bagaimana Pemikiran Kekuasaan Negara Menurut Thomas Hobbes?
2.    Bagaimana Kekuasaan Negara Menurut John Locke?
C.   Tujuan
1.    Untuk Mengetahui Pemikiran Kekuasaan Negara Menurut Thomas Hobbes.
2.    Untuk Mengetahui Kekuasaan Negara Menurut John Locke.








BAB II
PEMBAHASAN
A.   Kekuasaan Negara Menurut Thomas Hobbes
a.    Latar Belakang Kehidupan Thomas Hobbes
Hobbes adalah pemikir yang lahir dan mengalami proses intelektualisasi dalam situasi sosial-politik yang anarkis pada abad XVII. Sejak awal hidupnya sampai akhir hayatnya, perang agama, perang sipil, konfrontasi raja dengan parlemen (rakyat) terjadi terus-menerus. (Suhelmi, 2001). Kekejaman, kebengisan, dendam mewarnai kehidupan Hobbes. Bahkan Hobbes melukiskan dirinya sebagai saudara kembar rasa takut. Hobbes dilahirkan ibu nya dengan kondisi prematur, karena rasa takut ibunya akan kedatangan armada spanyol ke inggris. Ketika lahir  ratu Elizabeth I sedang sibuk menaklukan katolisisme. Penganut agama ini ditindas dengan kejam, dan terjadi pula penaklukan Irlandia dan Skotlandia menjadi bagian dari Inggris-Raya (Great Britain). Hobbes dilahirkan dalam keluarga miskin, ayahnya seorang pendeta mengirimkan Hobbes ke pamannya yang kaya, sehingga Hobbes bisa berkuliah di Universitas Oxford. Ketika Hobbes berusia senja, 1649, ia menyaksikan konflik antara raja Charles I dengan parlemen yang berakhir dengan kekalahan raja.
Akhirnya raja dipenggal atas perintah Cromwell. Inggis pasca kematian raja Charles I menjadi negara yang diperintah oleh sebuah komisi, tidak lagi dipandang sebagai negara yang adikuasa dan lemah. Luka-luka sejarah tersebut memaksa Hobbes untuk mencari solusi bagaimna konflik bisa dihindari dan tercipta perdamaian hakiki, maka dari itu Hobbes mengemukakan hipotesa nya sebagai berikut: Pertama, salah satu penyebab terjadinya perang agama, konflik sosial, sipil, dan sebagainya karena lemahnya kekuasaan negara. Kekuasaan negara terbelah. Di Inggris misalnya, kekuasaan negara terbelah menjadi dua, kekuasaan raja dan kekuasaan parlemen. Kedua, perang dan konflik tidak akan terjadi apaila kekuasaan mutlak dan sentral. Demokrasi menurut Hobbes adalah suatu malapetaka politik yang harus dihindari, sebab kekuasaannya terbagi-bagi. (Suhelmi, 2001). Dari hipotesa dan pengamatan tersebut, Hobbes berkesimpulan:  Pertama, menata masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip normatif seperti agama dan moralitas tidak mungkin. Karena prinsip tersebut hanya merupakan kedok-kedok emosi dan hawa nafsu hewani yang paling rendah. Keduamasyarakat bisa mewujudkan perdamaian hanya apabila mampu mengenyahkan nafsu-nafsu rendah itu. Damai bisa terwujud apabila manusia terbebas dari hawa nafsunya.
b.    Pemikiran Kekuasaan Negara menurut Thomas Hobbes
Disni Hobbes mengibaratkan Negara sebagi Leviathan sejenis monster (makhluk raksasa) yang ganas, menakutkan dan bengis yang terdapat dalam kisah perjanjian lama. Dimana makhluk ini selalu mengancam keberadaan makhluk-makhluk lainnya. Leviathan tidak hanya ditakutki, tapi juga dipatuhi segala perintahnya. Negara Leviathan harus kuat, bila lemah akan timbul anarki, perang sipil mudah meletus dan dapat mengakibatkan kekuasaan negara terbelah. Sedangkan pandangan Hobbes tentang manusia adalah pusat segala persoalan sosial dan politik. Hobbes dalam keadaan alamiah setara, manusia bisa bertindak semata-mata mengikuti keinginan-keinginan dirinya, yaitu memuaskan hawa nafsunya. Maka menurut Hobbes kehidupan manusia hanyalah suatu usaha terus menerus memuaskan hawa nafsu dan mencari kebahagiaan dan menghindari apa yang tidak disukai. Kecenderungan itu semakin kuat mengingat manusia pada dasarnya adalah makhluk pemburu sosial. Terbentuknya sebuah negara atau kedaulatan pada hakikatnya kontrak sosial, dalam istilah Hobbes covenant. Negara versi Hobbes ini juga tidak memiliki tanggung jawab apapun terhadap rakyat dan juga negara memiliki kekuasaan mutlak, kekuasaannya tidak boleh terbelah. Hobbes juga tidak menyetujui dengan demokrasi atau sejenis dewan rakyat, sebab negara demokrasi menuntut adanya pluralisme politik, termasuk dalam arti adanya berbagai pusat-pusat kekuasaan.

B.   Kekuasaan Negara menurut John Locke
1.)   Latar Belakang Kehidupannya John Locke   
Locke dilahirkan 29 Agustus 1632 di Wrington, Inggris Barat. Ayahnya pengacara yang tidak begitu kaya. Masa-masa kecil Locke di Inggris, seperti yang dialami Hobbes, adalah masa tragis dan ironis. Inggris sebagaimana banyak negara Eropa abad XVII dilanda perang saudara dan perang agama antara kaum Protestan dan Katolisisme. Ketika ia berumur 10 tahun terjadi perang antara kaum puritan dan Raja Charles I. Ayah Locke berpihak pada kaum puritan. Semenjak kejadian kekerasan dan perang tersebut, Locke mulai memahami betapa pentingnya apresisasi terhadap kebebasan, demokrasi, pembatasan kekuasaan dan toleransi agama. Locke pernah dididik oleh guru-guru yang berhaluan politik royalis, musuh kaum puritan. Raja charles digulingkan oleh kaum puritan, dan dieksekusi. Eksekusi tersebut membuat kalangan muda bersimpati kepada kaum royalis, termasuk Locke. 
Sosialisasi keluarga Locke yang menganut paham puritan dan pendidikan royalis membuat Locke beruntung mampu mengambil manfaat dari keduanya. Ketika umur 20 tahun Locke berkuliah di Universitas Oxford dan berkenalan dengan Edward Baghshawe yang merupakan aktifis toleransi agama, kebebasan politik dan sebagainya. Edward pun mempengaruhi pemikiran Locke. Locke menyerang argumen-argumen Liberalisme Edward, dan pada saat itu Locke masih bersifat konservatif. Dan akhirnya Edward gagal mempertahankan argumennya. Setelah Edward meninggal dunia, Locke secara perlahan mulai menyetujui argumennya tersebut. Locke mengajar filsafat tradisional Aristoteles yang dianggapnya hanya membuang waktu, dan mulai mempelajari teori-teori politik dan studi ekonomi. Selanjutnya Locke mempelajari filsafat Descartes dan mulai terjun dalam kegiatan politik di Inggris. Locke dan koleganya dituduh sebagai pemberontak penggulingan raja Inggris dan penghujatan agama. Hingga keadaan itu memaksa Locke harus mengungsi ke negeri Belanda. Dan selama dipengungsian itulah Locke melahirkan karya-karya monumentalnya seperti Two Treatises Of Government.

2.)   Pemikiran Kekuasaan Negara menurut John Locke
Kehidupan politik di Inggris saat itu didominasi oleh doktrin monarki absolut, karena monarki absolut diyakini sebagai jawaban  atas permasalahan-permasalahan kekacauan sosial-politik-agama pada saat itu, dan Hobbes dalam Leviathan mengamini pandangan ini. Monarki absolut didasari oleh kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak raja bersifat ilahiah, dan suci. Kepercayaan ini dinamakan hak ketuhanan raja dalam sejarah pemikiran politik Barat. Jauh sebelumnya, doktrin semacam itu memperoleh legitimasi teologis dari ajaran-ajaran alkitab sebagaimana dalam pemikiran Agustinus atau Aquinas. Mereka berpendapat bahwa kekuasaan sekuler bersifat temporer (sementara) dan kekuasaan Tuhan atau gereja bersifat mutlak berasal dari Tuhan. Para teoritisi pembela hak ketuhanan raja beranggapan bahwa monarki absolut merupakan bentuk terbaik.
Ø  Pertama, karena monarki absolut berasal pada tradisi otoritas paternal,
Ø  kedua, monarki absolut merupakan replika dari kerajaan tuhan.
Ø  Ketiga, monarki absolut merupakan cermin kekuasaan tunggal ilahi atas segala sesuatu.
Locke merupakan penentang monarki absolut karena tidak sesuai dengan civil society. Dan pembela absolutisme monarki yaitu Filmer, yang juga musuh intelektual Locke. Dalam karya Filmer, Patriarcha, berisi pembelaan monarki dan hak ketuhanan raja. Dan Filmer menulis bahwa kekuasaan raja Inggris bersifat turun temurun, kekuasaan tersebut tidak diperoleh dari adanya perjanjian dirinya dengan masyarakat (kontrak sosial) sesuai yang diungkapkan Locke, Hobbes, Rousseau. Filmer beranggapan bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda, karena perbedaan itu maka ada manusia yang lebih cerdas, berkuasa dan kaya. Dan Locke menentangnya, Locke beranggapan bahwa manusia dilahirkan sederajat dan merdeka, tidak ada perbedaan. Pada saat yang sama, Filmer mengatakan bahwa kebebasan dan kemerdekaan merupakan dosa yang tak terampuni. Tuntutan kebebasan itu menurut Filmer yang menyebabkan kejatuhan adam dan hawa dari surga ke neraka dunia, jika kebebasan masih ingin ditegakan maka keturunan adam dan hawa akan kejatuh ke lubang yang sama juga. Menurut Locke ada kesalahan Filmer dalam menafsirkan alkitab, ia mengatakan bahwa didalam alkitab atau perintah tuhan terdapat aturan yang membahas tentang kontrol politik penguasa. Dan pembatasan itu bersifat sekuler. Kekuasaan menurut Filmer memang berasal dari Tuhan, tetapi menurut Locke, kekuasaan berasal dari suatu perjanjian (kontrak) antara masyarakat dengan penguasa. Karena kekuasaan berasal dari kesepakatan masyarakat, tidak bersifat mutlak.
Menurutnya asal-muasal pemerintahan berasal dari keadaan alamiah. Dalam keadaan alamiah itu terdapat hukum Tuhan. Locke berbeda dengan Hobbes, Locke merumuskan keadaan alamiah berdasarkan sudut teologis. Keadaan alamiah yang dimaksud Locke ialah pada dasarnya manusia baik, dan selalu terobsesi untuk berdamai dan menciptakan perdamaian, saling tolong-menolong, dan sudah mengenal hubungan-hubungan sosial. Manusia dalam keadaan alamiah tidak bersifat merusak kehidupan, kesehatan, kebebasan dan hak-hak pemilikan manusia yang lainnya. Locke percaya bahwa naluri akal selalu menuntun manusia berperilaku rasional dan tidak merugikan orang lain. Nalar, pada saat itu merupakan suatu kesatuan hukum yang abstrak yang mengatur hubungan-hubungan yang tidak merugikan orang lain. Locke menyebut akal sebagai ‘suara Tuhan.’ Keadaan alamiah yang damai tersebut berubah ketika manusia menemukan sistem moneter dan uang.
Penemuan tersebut menyebabkan terjadinya proses akumulasi kapital, dan pembenaran hak-hak kepemilikan. Ketika pada masa keadaan alamiah manusia selalu mencukupi kebutuhannya secara tidak berlebih (secukupnya). Tetapi ketika kapital, uang dan sistem moneter datang, manusia cenderung mencukupi kebutuhannya secara berlebihan dan timbullah perilaku hedonistik dan konsumtif karena akumulasi kapital berlebih. Sehingga nilai-nilai nalar akal tergantikan oleh faham kebendaan (materialis) dan sifat pragmatis. Manusia pada kondisi tersebut timbul rasa kecemasan akan perlindungan dirinya dan harta yang diperolehnya dengan kerja keras, memang Tuhan telah menakdirkan manusia terlahir dalam kondisi yang setara, tetapi dalam prosesnya terdapat pembagian yang memisahkan antara satu dan yang lainnya yaitu berupa ketekunan, kerajinan, bekerja keras dan sebagainya, sehingga dengan sendirinya menimbulkan kesenjangan. Akhirnya didasarkan pada kecemasan tersebut lahirlah kontrak sosial, yaitu perjanjian antara individu-individu untuk membentuk lembaga yang dapat melindungi kebebasan tersebut yaitu berupa negara (masyarakat politik).
Kekuasaan negara menurut Locke pada hakikatnya dibentuk untuk menjaga hak-hak pemilikan. Dalam keadaan alamiah, hak-hak kepemilikan belum ada. Hak kepemilikan individu baru muncul manakala individu bekerja keras mengolah apa yang telah diberikan Tuhan itu. Jadi perbedaan pemilikan ditentukan oleh kerja individu. Menurut Locke, kekuasaan negara terbentuk dari consent rakyat dan produk perjanjian sosial warga negara, maka kekuasaan itu tidak bebas dan otonom berhadapan dengan aspirasi kehendak rakyat. Hubungan antara penguasa politik dengan rakyat yang diperintah analog dengan seorang yang memberikan kepercayaan kepada orang lain untuk mengatur dirinya. Negara hanya bertindak dan berbuat sejauh bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang dikehendaki rakyat dan tugas negara tidak boleh melebihi apa yang menjadi tujuan rakyat. Negara tidak dibenarkan mencampuri segala hal yang menyangkut kepentingan rakyat. Peran negara dalam mengatur kehidupan harus dibatasi seminimal mungkin. Karena menurut Locke, rakyat mampu mencari cara bagaimana mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Dominasi negara secara berebihan terhadap rakyat, hanya akan menghilangkan hak-hak rakyat. Hak-hak itu telah ada sebelum negara terbentuk. Itulah yang dinamakan hak asasi (HAM). Hak-hak itu antara lain, hak hidup, hak memiliki kekayaan, hak bebas beragama, dan hak untuk memberontak apabila kekuasaan negara tiranik. Locke menegaskan bahwa terbentuknya kekuasaan politik adalah untuk melindungi dan menjaga kebebasan sipil. Sehingga lahirlah apa yang disebut dengan konstitusi untuk membatasi kekuasaan negara.
Konstitusi teramat penting karena memuat aturan-aturan pembatasan kekuasaan dan hak-hak asasi masyarakat. Aturan konstitusi tidak boleh dilanggar penguasa, apabila dilanggar akan berarti hancurnya legitimasi penguasa terhadap rakyat. Kekuasaan negara harus dibatasi dengan cara mencegah sentralisasi kekuasaan kedalam satu lembaga, maka dari itu locke membagi kekuasaan menjadi tiga bentuk: kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Federatif. Eksekutif adalah kekuasaan yang melaksanakn undang-undang, sedangkan Legislatif ialah yang membuat undang-undang. Hakikatnya kekuasaan Legislatif merupakan manifestasi dari pendelegasian kekuasaan rakyat terhadap negara. Legislatif merupakan representasi semua kelas sosial masyarakat. Undang-undang yang dibuat Legislatif mengikat kekuasaan Eksekutif, sehingga ketika dideskripsikan ialah,  kekuasaan Legislatif berada diatas kekuasaan Eksekutif. Jadi secara tidak langsung dapat dipahami, bahwa Legislatif dapat mengontrol Ekskutif dalam menjalani tugasnya, dan Legislatif menurut Locke diawasi dan dikontrol oleh hukum kodrat. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Eksekutif dapat mengontrol Legislatif dalam menjalani tugasnya. Apabila Legislatif menjalani fungsi-fungsi Eksekutif maka akan terjadi sentralisasi kekuasaan, maka dari itu Eksekutif pun dapat mengontrol Legislatif.
Selanjutnya kekuasaan Federatif ialah kekuasaan yang berkaitan dengan hubungan luar negeri. Ketika Eksekutif dan Legislatif tidak menjalani tugasnya, maka dibenarkan menggunakan kekerasan sebagai solusi. Jadi rakyat boleh melawan kekuasaan tersebut, karena tidak sesuai dengan amanah rakyat. Amerika Serikat menerapkan teori Locke, sehingga dari teori-teori tersebut menghasilkan apa yang disebut checks and balances. Selanjutnya Locke melihat agama, ialah dengan gagasan toleransi agama dan kebebasan beragama. Karena pada hakikatnya manusia terlahir bebas dan merdeka, sehingga dalam memilih agama, manusia dapat memilihnya sesuai dengan caranya sendiri.
Locke percaya bahwa jalan menuju Tuhan ialah secara pluralistik, bukan monolistik. Sehingga dalam menjalani prosesinya tidak merasa terpaksa, dan implikasinya ialah toleran terhadap agama-agama atau sekte lain, karena mereka dapat memahami satu dengan yang lainnya bahwa kebebasan menuju tuhan ditentukan oleh dirinya masing-masing. Locke berpendapat bahwa agama ditempatkan pada ruang private, bukan ruang publik kenegaraan  (sekuler). Karena masyarakat politik dan masyarakat gereja pada umumnya sangat berbeda dan bertolakan, sehingga tidak dapat disatukan. Gereja harus mengajarkan menanamkan benih cinta kasih terhadap seluruh umat manusia baik yang se-iman atau tidak. Gereja pun dilarang menggunakan kekerasan fisik, gereja hanya boleh memberikan hukuman berupa mengucilkan dan mengisolasikan pelaku penodaan agama dan penanaman permusuhan terhadap agama. Gereja pun dilarang memasuki kawasan politik, dan politik dilarang memasuki wilayah gereja.
Dari pemahaman materi yang telah dibahas di atas mengenai kekuasaan negara, maka al-Qur’an pun memiliki pemahamannya tersendiri mengenai pemahamannya dalam politik, seperti : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat. Wahai orang-orang yang beriman Taatilah Allah, taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya “(QS. An-Nisa : 58-59).


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari penjabaran tentang pemikiran dua filsuf yakni Thomas Hobbes dan John Locke tentang kekuasaan negara, penulis menyimpulkan bahwa kedua filsuf tersebut memiliki pemikiran yang berbeda antara satu sama lain. Hal tersebut dapat dilihat dari cara pandang mengenai negara berdasarkan keadaan alamiah. Hobbes yang lebih menekankan bahwa keadaan manusia yang diibaratkan sebagai serigala yang memangsa serigala lain demi mencapai kepentingannya masing-masing, sehingga Hobbes yang beraliran realis ini menyumbangkan pemikirannya tentang Leviathan untuk mendeskripsikan negara. Dalam Leviathan sendiri Hobbes menjabarkan bagaimana penguasa dengan legitimasi mutlaknya dapat mengontrol penuh sebuah negara beserta masyarakatnya. Berbeda dengan Hobbes, John Locke lebih menekankan bahwa wewenang kekuasaan ada pada masyarakat. Dengan begitu, kewajiban dan kepatuhan politik masyarakat kepada pemerintah hanya berlangsung selama pemerintah masih dipercaya. Apabila hubungan kepercayaan (fiduciary trust) putus, pemerintah tidak mempunyai dasar untuk memaksakan kewenangannya, karena hubungan kepercayaan maupun kontraktual sifatnya adalah sepihak.

B.   Saran
Meskipun kedua tokoh tersebut memiliki pendapat yang berbeda antara Thomas Hobbes dan John Locke, tetapi keduanya merupakan seorang tokoh politik yang sangat penting dan sangat berpengaruh di negara Eropa, terutama bagi negara-negara Eropa yang menerapkan pemikiran dari kedua tokoh tersebut. Meskipun sepertinya terlihat bahwa teori politik dari John Locke yang lebih baik karena sudah menghargai adanya HAM, namun kita tidak bisa langsung sepihak memutuskan bahwa pemikiran Thomas Hobbes tidak baik karena yang baik bagi kita belum tentu baik bagi orang lain juga.















DAFTAR PUSTAKA
Magnis, Franz. 1999, Etika Politik, (Jakarta : Gramedia)
Syam, Firdaus. 2007. Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideology dan Pengaruhnya terhadap Dunia Ke-3, Jakarta: Bumi Aksara
Schmandt, Henry J, Filsafat Politik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005)
Kymlicka, Will. Pengantar Filsafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan penterjemah Agus Wahyudi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).